Shodikin, Ali (2021) Penalaran abduktif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pemodelan matematis / ALI SHODIKIN. Doctoral thesis, Universitas Negeri Malang.
Full text not available from this repository.Abstract
Dalam menyelesaikan masalah matematika terkadang informasi yang tersedia tidak cukup untuk dilakukan penarikan kesimpulan baik menggunakan penalaran deduktif maupun induktif. Masalah yang tidak memiliki cukup informasi ini dipahami sebagai ldquo fakta mengejutkan rdquo . Untuk menyelesaikannya diperlukan proses menduga atas ketidakcukupan informasi yang ada dengan memanfaatkan penalaran abduktif. Penalaran abduktif tercatat berperan signifikan dalam menyelesaikan masalah matematika tertentu. Penalaran abduktif adalah penalaran yang penarikan kesimpulannya didasarkan pada satu fakta. Penalaran abduktif sering digambarkan sebagai penalaran terbalik (backwards reasoning) karena dimulai dari fakta yang diketahui dan menyelidiki ke belakang untuk mencari alasan-alasan atau penjelasan-penjelasan atas fakta tersebut. Alasan-alasan atau penjelasan-penjelasan ini dapat berupa aturan definisi teorema maupun bentuk lain yang bisa menjadi dasar yang masuk akal untuk menjelaskan fakta yang diketahui. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penalaran abduktif memiliki peran penting dalam berbagai penyelesaian masalah termasuk dalam masalah pemodelan matematis. Pemodelan matematis sendiri mempunyai banyak peran dalam berbagai bidang ilmu sehingga banyak peneliti yang menekankan pentingnya mengajarkan pemodelan matematis. Peran penting penalaran abduktif diantaranya sebagai suatu metode informal dalam pengembangan algoritma formal dan menjelaskan mengapa suatu metode tertentu dapat bekerja untuk menyelesaikan masalah. Peran penalaran abduktif dalam menyelesaikan pemodelan matematis tidak cukup hanya dilihat dari muncul atau tidaknya penalaran abduktif dalam menyelesaikan masalah pemodelan matematis. Kajian lebih dalam tentang bagaimana proses berpikir mahasiswa yang melakukan penalaran abduktif dalam menyelesaikan pemodelan matematis perlu dilakukan. Hal ini karena mengetahui proses berpikir mahasiswa dapat membantu guru atau dosen dalam memberikan bantuan belajar yang tepat. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menggambarkan model berpikir seseorang adalah Teori APOS. Sementara ini kajian penelitian penalaran abduktif pada mahasiswa dan pemodelan matematis juga masih sangat sedikit. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran abduktif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pemodelan matematis ditinjau dari Teori APOS. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif eksploratif. Penelitian ini melibatkan 32 mahasiswa pendidikan matematika yang sedang atau sudah menempuh mata kuliah Kapita Selekta Matematika dari dua universitas swasta di Kabupaten Lamongan dan Gresik. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan purposive sampling. Selain peneliti sebagai instrumen utama instrumen penunjang yang digunakan adalah alat perekam instrumen tugas pemodelan matematis dan pedoman wawancara. Instrumen tugas pemodelan matematis dan pedoman wawancara yang digunakan telah divalidasi oleh ahli bidang matematika dan pendidikan matematika. Data penelitian ini diperoleh dari think aloud saat subjek menyelesaikan tugas pemodelan matematis wawancara berbasis tugas dan dokumentasi hasil pekerjaan subjek. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah (1) mencermati data penelitian (2) mentranskrip data wawancara (3) mereduksi data (4) membuat coding (5) menganalisis pola penyelesaian masalah subjek berdasarkan pola siklus dan non-siklus (6) menganalisis penalaran abduktif berdasarkan APOS (7) menganalisis hal-hal menarik dan (8) menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penalaran abduktif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pemodelan matematis terjadi pada saat menyusun sketsa masalah menentukan strategi pemecahan masalah dan menetapkan solusi. Penalaran abduktif mahasiswa pada saat menyusun sketsa berperan dalam membuat dugaan bentuk geometri yang digunakan untuk menyusun sketsa masalah. Penalaran abduktif ini muncul pada tahap memahami masalah hingga tahap penyederhanaan/penataan. Penalaran abduktif dalam penentuan strategi berperan untuk mencari strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Peran ini muncul pada tahap pematematikaan. Sedangkan penalaran abduktif pada saat menetapkan solusi masalah berperan menetapkan atau menggeneralisasi solusi. Peran ini muncul pada tahap validasi. Hasil lain dari penelitian ini terdapat pada klasifikasi pola penyelesaian masalah pemodelan matematis. Awalnya diketahui dua kategori pola penyelesaian masalah pemodelan yakni pola siklus dan pola non-siklus. Namun setelah dianalisis lebih dalam kedua pola ini dapat dipilah menjadi sub-sub kategori yakni pola non-siklus lengkap dan non-siklus tak lengkap untuk pola non-siklus dan pola siklus tunggal dan pola siklus ganda untuk pola siklus. Pada mahasiswa dengan pola non-siklus tak lengkap penalaran abduktif terlibat dalam menyusun sketsa masalah dan menentukan strategi pemecahan masalah pemodelan matematis. Mekanisme mental yang terlibat adalah interiorisasi koordinasi reversal dan generalisasi. Sedangkan struktur mental yang terbentuk adalah aksi proses dan skema. Pada mahasiswa dengan pola non-siklus lengkap pola siklus tunggal dan pola siklus ganda penalaran abduktif sama-sama terlibat dalam menyusun sketsa masalah menentukan strategi pemecahan masalah dan menetapkan solusi. Perbedaannya terlihat dari mekanisme mental yang terlibat dan struktur mental yang terbentuk. Pada mahasiswa dengan pola non-siklus lengkap mekanisme mental yang terlibat yakni interiorisasi koordinasi enkapsulasi de-enkapsulasi dan generalisasi. Sedangkan struktur mental yang terbentuk adalah aksi proses objek dan skema. Pada mahasiswa dengan pola siklus tunggal melibatkan empat mekanisme mental yakni interiorisasi koordinasi enkapsulasi dan generalisasi. Sedangkan struktur mental yang terbentuk adalah aksi proses objek dan skema. Mahasiswa dengan pola siklus ganda melibatkan enam mekanisme mental yakni interiorisasi koordinasi reversal enkapsulasi de-enkapsulasi dan generalisasi. Sedangkan struktur mental yang terbentuk adalah aksi proses objek dan skema.
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) > Departemen Matematika (MAT) > S3 Pendidikan Matematika |
Depositing User: | library UM |
Date Deposited: | 24 Nov 2021 04:29 |
Last Modified: | 09 Sep 2021 03:00 |
URI: | http://repository.um.ac.id/id/eprint/263345 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |