Pengaruh risiko kredit terhadap pendapatan bank umum di Indonesia periode tahun 2003-2006 / R. Moh. Omar Syarif Amir Sulthon - Repositori Universitas Negeri Malang

Pengaruh risiko kredit terhadap pendapatan bank umum di Indonesia periode tahun 2003-2006 / R. Moh. Omar Syarif Amir Sulthon

Sulthon, R. Moh. Omar Syarif Amir (2009) Pengaruh risiko kredit terhadap pendapatan bank umum di Indonesia periode tahun 2003-2006 / R. Moh. Omar Syarif Amir Sulthon. Diploma thesis, Universitas Negeri Malang.

Full text not available from this repository.

Abstract

Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan amat penting dalam perekonomian suatu negara. Fungsi utama perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan menjadi begitu penting apabila fungsi ini tidak dijalankan dengan baik dan benar maka hampir dipastikan bahwa problema yang kompleks telah menanti kehidupan perekonomian suatu negara (Sipahutan 2007 32). Menurut Sutojo (1997 14) hingga saat ini kegiatan usaha yang menjadi tulang punggung utama perbankan antara lain sebagai berikut a) menghimpun dana dari masyarakat b) menyalurkan kredit c) menunjang kelancaran mekanisme pembayaran di masyarakat d) menyediakan jasa penunjang kegiatan perdagangan internasional e) menyediakan jasa penitipan barang berharga dan surat berharga. Dikeluarkannya PAKTO 88 yang memberi kemudahan dalam persyaratan pendirian Bank membuat jumlah Bank di Indonesia meningkat cukup drastis dari 111 Bank pada tahun 1988 menjadi sekitar 240 Bank pada akhir 1994. Kebijakan ini lebih berdampak pada peningkatan kuantitas daripada kualitas Bank - Bank. Sebagai salah satu langkah untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat pemerintah telah melakukan 2 pembekuan kegiatan usaha Bank yang tidak memiliki prospek dan penggabungan usaha beberapa Bank untuk menciptakan sinergi. Semakin membaiknya kondisi perbankan telah mendorong sisi penyaluran dana khususnya pada penyaluran kredit perbankan. Melalui kegiatan perkreditan Bank berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat bagi kelancaran usahanya. Setiap Bank berlomba memberikan kemudahan dalam pengambilan kredit dan kredit yang diberikan tidak terbatas untuk satu sektor saja melainkan untuk berbagai sektor perekonomian antara lain pertanian pertambangan perdagangan perindustrian jasa dan sektor-sektor lain. Kredit merupakan sumber pendapatan dan keuntungan Bank yang terbesar. Di samping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan menanamkan dana yang sering menjadi penyebab utama Bank menghadapi masalah besar. Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa stabilitas usaha Bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengelola kredit. Usaha Bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang sedangkan usaha Bank yang selalu dirongrong kredit bermasalah akan mundur. Bank tidak luput dari adanya resiko. Dimana resiko berhubungan dengan produk-produk yang dimiliki untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi Bank (Gozali 2007 35). Resiko yang timbul jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada kinerja yang memburuk dan akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Bank akan kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga penghimpun dana 3 dari masyarakat dan pada akhirnya Bank tidak dapat melakukan aktivitas usahanya sehingga perekonomian menjadi terhambat. Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam kegiatannya dituntut untuk selalu menjaga ketahanan dalam menyerap berbagai resiko yang ada. Resiko usaha Bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai suatu hasil yang diperkirakan atau diharapkan akan diterima hasil dalam hal ini merupakan keuntungan Bank (Siamat 1995 58). Seperti diketahui krisis moneter ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 / 1998 di Indonesia menyebabkan perbankan dihadapkan dengan situasi buruk. Kondisi ini tercermin di dalam pernyataan BI sebagai berikut Dalam tahun laporan perbankan nasional mengalami krisis yang berat sebagai dampak negatif dari bergejolaknya nilai tukar rupiah dan menurunnya kepercayaan masyarakat. Melemahnya nilai tukar rupiah telah menimbulkan kesulitan likuiditas yang besar pada perbankan. Situasi tersebut kemudian diperberat oleh melemahnya kondisi internal sektor perbankan terutama sebagai dampak dari lemahnya manajemen konsentrasi kredit yang berlebihan terbatas dan kurang transparannya informasi kondisi keuangan baik dan belum efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia perbankan banyak melakukan pelanggaran di dalam prinsip kehati-hatian atas penanaman dananya sehingga banyak aktiva Bank yang berada dalam resiko tinggi. Faktor yang dianggap menjadi penyebab utama dari buruknya kinerja Bank adalah kurang profesionalnya pihak manajemen maupun tidak independennya hubungan antara pihak pemilik dan pihak manajemen sehingga berakibat pada kurang tepatnya pengambilan keputusan yang menyebabkan sering tidak terantisipasinya resiko dengan baik. Banyaknya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam 4 manajemen resiko mendorong Bank Indonesia pada tahun 2005 mulai menerapkan sertifikasi manajemen resiko untuk meningkatkan kualitas operasional perbankan terhadap pengurus dan pejabat Bank. Dari hasil sertifikasi tersebut 73% mendapat tingkat kelulusan yang memadai dan dengan kata lain masih terdapat 27% yang beresiko tinggi di dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Terkait dengan peningkatan kualitas manajemen resiko dalam laporan perekonomian Indonesia tahun 2006 Bank Indonesia memberikan pernyataan sebagai berikut Di sisi pendapatan pertumbuhan penyaluran kredit penanaman dana perbankan pada surat surat berharga yang beresiko rendah serta selisih suku bunga pinjaman dan simpanan yang besar mengakibatkan meningkatnya pendapatan bunga. Dari sisi pengeluaran restrukturisasi kredit yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kualitas kredit mampu menurunkan biaya penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Perkembangan tersebut meningkatkan profitabilitas Bank. Dalam pernyataan Bank Indonesia tersebut dapat diartikan bahwa semakin beresiko suatu usaha akan memberikan ekspektasi tingkat profitabilitas Bank. Dengan demikian penurunan resiko berdampak pada peningkatan pendapatan Bank maka timbul pernyataan apakah masih relevan pengaruh tingkat resiko yang didapat berbanding lurus terhadap tingkat pendapatan dalam artian bahwa apakah sebuah Bank yang selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian akan mengambil tingkat resiko yang lebih tinggi dengan harapan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Dapat dipahami bahwa semakin beresiko suatu usaha akan memberikan ekspektasi tingkat profitabilitas yang lebih jika dibandingkan dengan usaha yang kurang beresiko. Demikian pula halnya dengan Bank dalam kegiatan 5 penanaman dananya. Dalam sektor kredit misalnya penyaluran kredit oleh Bank menjadi kegiatan utama dan merupakan kegiatan yang paling besar resikonya. Penyaluran kredit tidak terlepas dari adanya ketidakpastian hasil yang diperoleh oleh Bank yang biasa disebut dengan resiko kredit. Resiko kredit timbul karena adanya penyimpangan kinerja portofolio kredit dari hasil yang diharapkan (Tampubolon 2004 49). Pada tahun 1998 kredit macet mencapai 300 triliun atau sekitar 60% dari total portofolio kredit. Memburuknya kualitas kredit terutama disebabkan oleh manajemen perbankan itu sendiri yang lebih banyak resiko kredit ini salah satunya bisa diakibatkan oleh. Kegagalan manajemen resiko yaitu dalam pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BPMK). Dengan masih terbatasnya fungsi intermediasi perbankan yang tercermin di dalam LDR (Loan to Deposit Ratio) yang menjadi alat ukur terhadap ekspansifitas perbankan dalam mengalihkan kredit maka Bank menempatkan kelebihan dananya ke dalam pasar keuangan yang dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia surat berharga pemerintah surat berharga korporasi maupun penanaman dana ke dalam pasar uang antar Bank sama halnya dalam sektor kredit tujuan Bank dalam berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan atas investasinya yang berupa bunga maupun capital gain yaitu selisih antara harga jual dengan harga beli. Selama tahun 1999 hingga tahun 2006 Bank Indonesia melaporkan bahwa tindak kecurangan yang dialami Bank (bank fraud) 30% atau secara mayoritas terjadi pada kelompok perkreditan. Tindak kecurangan tersebut 6 dapat berupa debitur fiktif swap loan maupun berupa rekayasa untuk menghindari Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). (Sipahutan 2007 88). Ketika krisis mulai terjadi masalah mulai menghampiri. Masalahnya adalah pinjaman yang diberikan kepada beberapa Bank melalui pasar uang antar Bank tidak bisa ditagih karena Bank lain juga mengalami kesulitan likuiditas akibat krisis. Pada kenyataannya resiko kredit secara tidak langsung juga dapat berdampak pada kegiatan operasional antar Bank. Apabila dalam kegiatan Bank menjadi bermasalah karena Bank tidak melakukan pengawasan maupun perhitungan resiko dengan baik dengan kata lain dalam menilai investasi secara baik maka kerugian tersebut pada akhirnya menurunkan kinerja keuangan Bank dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan khususnya Bank. Dengan demikian judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Pengaruh Resiko Kredit terhadap Pendapatan Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2003 - 2006 .

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HF Commerce > HF5601 Accounting
Divisions: Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) > Departemen Akuntansi (AKU) > S1 Akuntansi
Depositing User: library UM
Date Deposited: 23 Oct 2009 04:29
Last Modified: 09 Sep 2009 03:00
URI: http://repository.um.ac.id/id/eprint/37738

Actions (login required)

View Item View Item