Makna Konservasi Sumber Daya Pesisir dan Laut dalam Budaya Lokal Patorani di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Melalui Perspektif Fenomenologi / Hasriyanti - Repositori Universitas Negeri Malang

Makna Konservasi Sumber Daya Pesisir dan Laut dalam Budaya Lokal Patorani di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Melalui Perspektif Fenomenologi / Hasriyanti

Hasriyanti (2018) Makna Konservasi Sumber Daya Pesisir dan Laut dalam Budaya Lokal Patorani di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Melalui Perspektif Fenomenologi / Hasriyanti. Doctoral thesis, Universitas Negeri Malang.

Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Hasriyanti 2017. Makna Konservasi Sumber Daya Pesisir dan Laut dalam Budaya Lokal Patorani di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Melalui Perspektif Fenomenologi. Disertasi Program Studi Pendidikan Geografi Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I) Prof. Dr. Sumarmi M.Pd. (II) Drs. I Komang Astina M.S. Ph.D. (III) Dr. Singgih Susilo M.S. M.Si. Kata Kunci Budaya Patorani Konservasi Sumber Daya Pesisir dan Laut Masyarakat Galesong melakukan tindakan konservatif dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut melalui budaya lokal patorani. Budaya patorani memandu manusia dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungannya termasuk mengelola sumber daya. Tujuan penelitian ini (1) Untuk mendeskripsikan kondisi konteks yang melatarbelakangi patorani dalam konservasi wilayah pesisir dan laut di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (2) Untuk mendeskripsikan sistem pengetahuan budaya lokal patorani dalam konservasi wilayah pesisir dan laut (3) Untuk mendeskripsikan makna tindakan budaya patorani dalam konservasi wilayah pesisir dan laut (4) Untuk mendeskripsikan nilai yang terkandung dalam budaya patorani dalam konservasi wilayah pesisir dan laut dan (5) Untuk menunjukkan kedudukan budaya patorani dalam konservasi pesisir dan laut pada mata kuliah Geografi Pesisir dan Kelautan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi wawancara dokumentasi dan Focus Group Discussion. Pemilihan dan klarifikasi data dilakukan dengan umpan balik atau cross check data hasil catatan di lapangan dan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan (1) Konteks yang melatarbelakangi patorani dalam konservasi wilayah pesisir dan laut yakni adanya motif sebab sehingga adanya berbagai sarak (ketentuan) kasipalli (pantangan) dan pappasang (pesan) dilatarbelakangi oleh kejadian dimana nelayan yang mengambil kekayaan laut dengan tidak beretika (semaunya) pengunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan waktu pengambilan sumber daya laut yang tidak memberikan kesempatan kepada sumber daya hayati untuk mengembangbiakkan dirinya secara wajar. (2) Sistem pengetahuan patorani terbagi atas dua erang (pengetahuan) yaitu erang passimombalang (pengetahuan dalam seluk beluk pelayaran) dan erang pakboya-boyang (pengetahuan dalam cara dan teknologi penangkapan). Erang passimombalang merupakan pengetahuan patorani yang didasarkan melalui indra berupa paccinik (penglihatan) pallangngerek (pendengaran) pangngarak (penciuman) pakkasiak (firasat) dan tappak (keyakinan). Dalam kaitannya dengan kegiatan melaut nelayan patorani selain harus mengetahui tentang musim juga berpedoman pada gugusan bintang di angkasa ataupun gumpalan awan yang berarak di samping peredaran musim peredaran matahari dan bintang juga arah angin petir/kilat arus dan gelombang laut serta gugusan karang serta warna dan kekeruhan air laut. Erang pakboya-boyang merupakan pengetahuan yang mengajarkan nelayan patorani untuk senantiasa menggunakan bahan lokal dan alat tangkap tradisional iii yang konservatif yakni pakkaja dan balla-balla demi kesinambungan ikan torani yang mereka buru setiap tahun. Cara dan teknik penangkapan ikan torani juga dituangkan dalam pakdoangang (doa) pappasang (pesan) dan kelong (lagu). Cara dan teknik magis tersebut menyerupai atau mengarah kepada kelengkapan dari teknologi alat (hardware) mereka. (3) Makna tindakan dalam budaya patorani tertuang dalam 3 bagian ritual yakni ritual Appakruru Patorani (persiapan patorani) ritual Ri Tamparanga (ritual di lautan) dan ritual Attayang Patorani (menunggu kedatangan patorani). Aktivitas patorani senantiasa dipenuhi dengan pakdoangang (doa) selama assawakung (melaut). Punggawa dan sawi pada saat tertentu melakukan komunikasi secara batin dengan mengharapkan fungsi perahu dapat berjalan sesuai dengan harapan-harapan yang ada. Harapan-harapan tersebut merupakan perwujudan dari kategori pengetahuan lokal. Pakdoangang adalah suatu pernyataan sebagai teknik memanggil ikan torani untuk berdatangan ke pakkaja dan balla-balla. (4) Nilai yang terkandung dalam budaya patorani merupakan hasil adaptasi yang sangat bergantung pada pengembangan kemampuan manusia yang unik yang memanfatkan simbol tanda-tanda atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan alamiah dengan hal-hal yang mereka percayai dan pertahankan. Hal tersebut mendorong patorani (baik secara individu atau kelompok) dapat menanamkan sistem nilai sesuai dengan cipta rasa dan keyakinan masing-masing. Kompleks nilai-nilai budaya tersebut secara garis besar mencakup Nilai Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa Nilai Kuasa Nilai Solidaritas Nilai Akkareso (Bekerja Sungguh-sungguh) Nilai Getteng (Tegas dan Konsisten) Nilai Sipakatau (Saling Menghargai) Nilai Barani (Keberanian) Nilai Assitulung-tulung (Saling Menolong) Nilai Kepedulian terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut Nilai Persatuan Nilai Kekerabatan Nilai Sirik (Malu dan Harga Diri) Nilai Kasipalli (Pantangan) Nilai Tanggung Jawab Nilai Kebenaran Nilai Sakbarak (Kesabaran) Nilai Perjuangan Nilai Rannu (Kegembiraan ) dan Nilai Sumanga Talanre (Semangat pantang menyerah). Dan (5) Kedudukan budaya patorani dalam konservasi pesisir dan laut pada mata kuliah Geografi Pesisir dan Kelautan ditunjukkan pada pertemuan ke-10 dan ke-11 dengan materi Pemanfaatan Sumber Daya berdasarkan Kelestarian Wawasan Lingkungan serta Kearifan/Budaya Lokal dalam RPS (Rencana Pembelajaran Semester). Upaya penyelamatan tindakan eksploitasi sumber daya pesisir dan laut secara berlebihan adalah dengan mengkaji budaya lokal yang diproyeksikan dengan cara yang sesuai dengan pola pikir dan tradisi setempat. Perilaku yang bersumber dari budaya lokal diharapkan mampu memunculkan konsep menjaga keseimbangan pelestarian lingkungan. Nelayan patorani merupakan salah satu komunitas nelayan yang kondisi realitasnya sampai saat ini mengelola memelihara dan memanfaatkan sumber daya hayati pesisir dan laut berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya melalui penggunaan erang (pengetahuan) lokal. Pendekatan pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal yang berkelanjutan harus memperhatikan interaksi antara manusia dengan kondisi fisik alamiah dan kondisi sosial berdasarkan karakteristik geografis wilayah. Budaya lokal patorani sangat berguna dan penting untuk dikaji karena berperan sebagai panduan pandangan aturan yang ada di masayarkat dalam bersikap untuk penataan sumber daya pesisir dan laut.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: L Education > L Education (General)
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial (FIS) > Departemen Geografi (GEO) > S3 Pendidikan Geografi
Depositing User: Users 2 not found.
Date Deposited: 02 May 2018 04:29
Last Modified: 09 Sep 2018 03:00
URI: http://repository.um.ac.id/id/eprint/64895

Actions (login required)

View Item View Item