Sunoto (2011) Representasi tokoh Babat Kediri / Sunoto. Masters thesis, Universitas Negeri Malang.
Full text not available from this repository.Abstract
Tesis Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing (1) Prof. Drs. H.M.A Icksan (2) Dr. Mudjianto M.Pd. Kata-kata kunci Babat Kediri representasi tokoh Babat Kediri bisa dipahami dengan tiga paradigma yakni mitologi sejarah dan sastra. Dari paradigma mitologi karena dalam teks Babat Kediri terdapat topeng yang sengaja dijaga dan dipertahankan penulisnya. Karena itu fokus pemahaman apresiator adalah menguak rahasia di baliknya dan bukan berusaha menemukan pengalaman penulisnya karena mitos tidak dibangun atas dasar pengalaman penulisnya. Berikut jika Babat Kediri dipandang dari paradigma sejarah maka fokus kajiannya akan terletak pada usaha menemukan korespondensi antara fakta yang disebut di dalamnya dengan fakta yang ada pada kehidupan nyata sehari-hari sesuai dengan prinsip kohesi dan korespondesi. Syarat kohesi untuk mengahasilkan teks yang logis dan urut sedang korespondensi untuk mewujudkan kococokan antara yang disebut dalam teks dengan fakta di lapangan Lain lagi jika Babat Kediri dipandang dari paradigma karya sastra maka fokus kajiannya akan terletak pada usaha memahami dunia-kehidupan simbolik imajinatif yang ada di dalamnya sebagai representasi penulisnya. Pada penelitian ini Babat Kediri diperhatikan dari paradigma sastra. Dengan begitu dunia-kehidupan yang ada di dalamnya disikapi sebagai dunia-kehidupan verbal dunia-kehidupan simbolik imajinatif dunia-kehidupan hasil kreatifitas penulisnya. Dalam hal tersebut teks Babad Kediri disikapi sebagai representasi kehendak dan pemikiran penulisnya. Penelitian ini layak dilaksanakan setelah mempertimbangkan hal sebagai berikut. (1) Hingga saat ini representasi Babat Kediri karya Mas Ngabehi Purbawijaya diterbitkan dan diedarkan Boekhandel TAN KHOEN SWIE Kediri 1932 berbahasa Jawa dan bertuliskan aksara Jawa belum pernah diteliti. Pada tahun 1936 di Batavia Bale Pustaka memang menerbitkan buku dengan judul Panji Gandrung Anggreni (Seri 846) tetapi buku tersebut hanya menggambarkan tragedi perjalanan cinta Panji dengan Dewi Anggreni. Berikut tahun 1940 R.M.Ng Dr. Poerbatjaraka juga menulis dalam bahasa Belanda Panji-Verhalen Onderling Vergeleken diterbitkan A.C Nix Co-Bandung buku tersebut juga tidak mengulas representasi kehidupan tokoh-tokohnya. Pada pertengahan tahun 2003 Ibu Siti Halimah Soeparno menyodorkan lembaran-lembaran naskah dalam wujud ketikan kepada Imam Mubarok wartawan RADAR Surabaya berupa naskah terjemahan Serat Babat Kadhiri . Pada tahun 2004 Yeni Pratiwi mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia FS UM mengkaji teks tersebut (sekripsi) dengan judul Analisis Nilai pada Babat Kediri juga hanya terbatas pada usaha menemukan nilai-nilai yang ada di dalam teks tersebut. (2) Bermaksud memberikan kontribusi positif bagi (i) pembentukan kesadaran apresiator sastra Nusantara bahwa pengkajian dunia-kehidupan tokoh dalam babat khususnya Babat Kediri bermanfaat terhadap usaha menemukan benang merah perjalanan panjang sejarah kebudayaaan bangsa Indonesia (ii) penyusunan historiografi dunia-kehidupan tokoh dalam Sastra Indonesia (iii) usaha menumbuhkembangkan kesadaran banyak pihak untuk melakukan penelitian lanjutan khususnya terhadap teks-teks babat atau wacana sastra lama lainnya yang sampai saat ini belum banyak dijamah. Secara umum penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan masalah pokok Seperti apa kah representasi dunia-kehidupan tokoh da lam wacana Babat Kediri Pertanyaan masalah pokok tersebut dipecah lagi menjadi tiga pertanyaan operasional (1) bagaimana representasi nama-nama tokoh (2) bagaimana representasi kelas sosial tokoh (3) bagaimana representasi peran intersubyektif tokoh dan (4) bagaimana representasi ideologi tokoh. Representasi nama-nama tokoh mencakup (i) konsep nama-nama tokoh (ii) kedudukan fungsi dan peran nama-nama tokoh. Representasi kelas sosial tokoh mencakup (i) kehendak tokoh (ii) kekuasaan tokoh (iii) kepentingan tokoh (iv) konflik tokoh. Representasi peran intersubyektif tokoh meliputi (i) peran intersubyektif tokoh pada awal kisah terangkainya Serat Babat Kediri (ii) pada kisah Ki Daha dan Ki Daka (iii) pada kisah Sang Hyang Wisnu (iv) pada kisah Adipati Panjer dan Gendam Smaradana (v) pada kisah Prabu Prawatasari (vi) pada kisah Raden Kudarawisrengga (vii) pada kisah Prabu Brawijaya dan Raden Patah. Representasi ideologi tokoh meliputi (i) nilai dilembagakan (ii) pemaknaan tindakan tokoh. Empat pertanyaan masalah operasional tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan karakteristik metode penelitian kualitatif historis hermeneutis. Metode tersebut digunakan untuk (1) mendapatkan dan menganalisis data utama yakni berupa kutipan-kutipan dari teks Serat Babat Kediri tulisan Mas Ngabehi Purbawijaya dalam bahasa Jawa dan menggunakan aksara Jawa diterbitkan Boekhandel TAN KHOEN SWIE Kediri 1932 (2) mendapatkan data pendukung berupa hasil wawancara dengan informan (pakar sejarah pakar sastra masyarakat Kediri) dan hasil pengamatan langsung ke wilayah Kediri yang dipandang relevan. Data utama dan data pendukung yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode tersebut di atas hasilnya seperti berikut ini. Pertama nama-nama tokoh yang dijumpai dalam teks tersebut merepresentasi (1) entitas dewa mahluk gaib dikenali dari sebutan/Sang Hyang/ (2) entitas pandita dikenali dari sebutan /resi/ /wasi/ /sunan/ (3) entitas bangsawan raja atau yang sederajat dikenali dari sebutan /Prabu/ /Nata/ /Ratu/ /Sultan/ (4) entitas bangsawan dari trah raja dikenali dari sebutan /Raden/ /Dewi/ /Rara/ /Lembu/ /Panji/ /Mas Ratu/ (5) entitas bangsawan pejabat kerajaan atau yang sederajat dikenali dari sebutan /Patih/ /Adipati/ /Mas Ngabehi/ /Gupremen/ (6) entitas masyarakat luaran atau masyarakat kebanyakan dikenali dari kebersahajaan konstruk nama dan sebutan /Nyai/ /Nyi/ /Kyai/ /Ki/ /Estri/. Kedua Tingkat sosial tokoh merepresentasikan (1) tingkatan strata sosial tokoh yakni paling atas diduduki dewa kedua diduduk pandita ketiga diduduki tokoh raja dan galur trah keturunannya keempat diduduki tokoh pejabat kerajaan kelima diduduki tokoh dari entitas kebanyakan (2) tokoh dewa memiliki kehendak dan tindakan absolut (3) Tokoh pandita merepresentasikan diri sebagai tokoh yang mampu menerjemahkan kehendak tokoh dewa (4) Tokoh raja dan galur trah keturunannya merepresentasi diri sebagai titisan dewa yang mangejawantah menjadi manusia (5) Tokoh pejabat dari sistem pemerintahan kerajaan maupun dari pemerintahan penjajah berkehendak dan bertindak absolut sebagai dampak dari kepentingan merepresentasikan ideologi kekuasaan (6) Tokoh dari entitas masyarakat kebanyakan merepresentasikan kehendak dan tindakannya sebatas yang mencakup kebutuhan sehari-hari. Ketiga hubungan intersubyektif antar tokoh tidak berkembang atas dasar kompetensi individu melainkan oleh kaidah yang di buat oleh tokoh pemilik kehendak bebas (tokoh dewa) dan pemilik pilihan bebas (tokoh raja trah raja pejabat kerajaan dan pejabat penjajah Belanda). Keempat ideologi tokoh meliputi (1) kehendak dan tindakan pejabat penjajah merepresentasikan kekuasan dan hukum absolut (2) kehendak bebas merepresentasikan keputusan absolut dan menjadi ketetapan nasib yang tidak mungkin diubah kekuatan manusia (3) pilihan bebas mewujud sebagai akibat dari dorongan potensi naluriah yang tidak bisa terbatasi oleh pertimbangan akal sehat (4) kekuasaan trah (gemeinschaft) membatasi berkembangnya hubungan intersubyektif yang berlangsung dalam suasana kesetaraan hak dan kewajiban (5) pergesaran jaman merepresentasikan keniscayaan berkembangnya tatanan hidup baru yang memberikan peluang masing-masing tokoh belajar.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Sastra (FS) > Departemen Sastra Indonesia (IND) > S2 Pendidikan Bahasa Indonesia |
Depositing User: | library UM |
Date Deposited: | 14 Jul 2011 04:29 |
Last Modified: | 09 Sep 2011 03:00 |
URI: | http://repository.um.ac.id/id/eprint/57930 |
Actions (login required)
View Item |