Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XA di SMA Negeri 2 Bangkalan / Yenny Eka Hidayanti - Repositori Universitas Negeri Malang

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XA di SMA Negeri 2 Bangkalan / Yenny Eka Hidayanti

Yenny Eka (2009) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XA di SMA Negeri 2 Bangkalan / Yenny Eka Hidayanti. Diploma thesis, Universitas Negeri Malang.

Full text not available from this repository.

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dalam berbagai permasalahan yang dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global maka perlu terus mengembang-kan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (Umaedi 2000). Terkait dengan kualitas sumber daya manusia pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal tersebut dibuktikan dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) dalam Manik ( 2006). Susanto (1999) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses yang harus dikerjakan secara perlahan karena siswa bukanlah sebuah botol kosong yang langsung siap menerima saat diisi atau mampu menyerap semua informasi yang baru didapat. Siswa merupakan manusia yang memiliki otak yang telah terisi sebelumnya manusia memiliki kemampuan menerima materi pelajaran dengan cara yang berbeda dan dengan kapasitas yang berbeda pula. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dirancang untuk menghasilkan lulusan yang kompeten memiliki pengetahuan keterampilan sikap dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan tiga hal pokok dalam pembelajaran. Tiga hal pokok dalam pembelajaran adalah materi yang akan diajarkan cara mengajarkan serta cara mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif. Kurikulum IPA juga dirancang sebagai pembelajaran yang berdimensi kompetensi sebab IPA memegang peranan penting sebagai dasar pengetahuan untuk mengungkap bagaimana fenomena alam terjadi. IPA sekaligus memberi kontribusi besar bagi pengetahuan yang terkait dengan isu-isu global dan mutakhir (Sismanto 2007). Sismanto (2007) juga berpendapat KTSP memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berpikir kritis kreatif logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu masyarakat yang diakibatkan perkembangan IPA dan teknologi yang memasuki era teknologi informasi. Pada aspek Biologi IPA mengkaji berbagai persoalan yang terkait dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan. Mulyasa (2006) berpendapat bahwa KTSP merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan potensi sekolah karakteristik sekolah sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik. Menurut Susanto (2005) pada kenyataannya pembelajaran Biologi akan lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa jika siswa mengadakan pengamatan atau berhadapan langsung dengan hal yang sedang dibahas. Pengetahuan yang didapat dari hasil pengalaman sendiri akan lebih melekat kuat dalam ingatan siswa dari pada pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalaman orang lain. Apalagi biologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang makhluk hidup dan kehidupannya. Biologi bukan hanya pengetahuan yang terstruktur yang sudah dideskripsikan dalam bentuk buku teks. Pada umumnya guru di Bangkalan khususnya guru di SMA Negeri 2 Bangkalan dalam proses pembelajaran masih menggunakan metode dan model pembelajaran yang belum kontekstual (masih konvensional) karena pembelajaran secara kontekstual masih kurang digali. Model dan metode pembelajaran yang digunakan masih didominasi dengan metode ceramah. Pembelajaran secara kontekstual dapat diterapkan dengan mudah dalam pembelajaran Biologi yang berkaitan dengan potensi daerah. Hal ini sangat disayangkan karena Bangkalan memiliki keanekaragaman hayati yang masih tinggi yang mungkin di kota besar sudah jarang ditemui seperti tumbuhan sawo kecik dan tumbuhan kecapi yang sudah sangat jarang ditemukan di kota lain. SMA Negeri 2 Bangkalan juga memiliki fasilitas berupa laboratorium Fisika Kimia Biologi Bahasa dan Komputer serta adanya taman di setiap kelas tetapi fasilitas tersebut jarang digunakan dan hanya dijadikan barang koleksi sekolah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang selalu melibatkan para siswa di dalam aktivitas yang nyata. Tahap perencanaan pembelajaran menentukan aktivitas seperti penyelidikan riset pemecahan masalah dan penggunaan alat bantu. Model pembelajaran berbasis masalah juga menerapkan proyek berorganisasi di dalam kelas dan kelompok pelatihan dan material pendukung serta prosedur umpan balik dan sumber daya. Pengalaman dari implementasi pembelajaran berbasis masalah menjadi sesuatu yang berharga yang memberikan kesempatan untuk melakukan peningkatan kemampuan siswa dan pengajar dapat menyediakan umpan balik mengenai perencanaan organisasi support dan penilaian proyek (Yudipurnawan 2007). Ciri utama Pembelajaran berbasis masalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah suatu pemusatan antar disiplin yaitu siswa meninjau dari banyak mata pelajaran terhadap masalah yang akan dipecahkan penyelidikan autentik kerja sama dan menghasilkan karya dan peraga. Pembelajaran berbasis masalah diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata autentik yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing. Kerja sama siswa dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong berbagai inkuiri dan dialog serta perkembangan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir berperan sebagai orang dewasa yang autentik melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata yang akan menjadikan pembelajaran yang mandiri (Ibrahim 2000). Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk memiliki kemampuan sosial. Pembelajaran berbasis masalah dipermudah penerapannya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif STAD yang dalam proses pembelajaran juga terdapat tahapan untuk bekerja sama sehingga perkembangan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir pada pembelajaran berbasis masalah dapat terjadi. Menurut Slavin (1997) dalam Mahanal (2006) pembelajaran kooperatif Student Teams Achieviment Division (STAD) adalah model pembelajaran yang dipandang paling sederhana dari pembelajaran kooperatif sehingga mudah diterapkan dalam pembelajaran berdasarkan masalah. Dalam model ini siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 siswa yang berbeda-beda menurut tingkat prestasi jenis kelamin dan suku (heterogen) yang memungkinkan siswa untuk saling bertukar pikiran bekerja sama memecahkan masalah yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Arfah (2005) dalam Mahanal (2006) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran berdasarkan masalah melalui strategi kooperatif STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal tersebut juga terjadi pada hasil penelitian Mahanal (2006) bahwa penerapan pembelajaran berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif model STAD pada mata pelajaran sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas V MIJS Malang. Motivasi belajar merupakan sesuatu hal yang dapat mendorong keinginan belajar siswa sedangkan hasil belajar merupakan keseluruhan nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran meliputi ranah kognitif afektif dan psikomotorik. Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif STAD diharapkan dapat membuat siswa memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan dampak hasil belajar yang meningkat. Motivasi belajar dapat mempengaruhi hasil belajar adanya motivasi yang kuat untuk mempelajari biologi maka hasil belajar yang diperoleh akan semakin meningkat. Kurang bervariasinya model dan metode pembelajaran akan berdampak pada motivasi dan hasil belajar siswa. Dampak yang terjadi jika model dan metode kurang bervariasi dalam pembelajaran akan membuat siswa jenuh dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar hal ini berdampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa pun rendah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dengan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XA di SMA Negeri 2 Bangkalan

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: ?? ??
Divisions: Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) > Departemen Biologi (BIO) > S1 Pendidikan Biologi
Depositing User: Users 2 not found.
Date Deposited: 21 Oct 2009 04:29
Last Modified: 09 Sep 2009 03:00
URI: http://repository.um.ac.id/id/eprint/25718

Actions (login required)

View Item View Item